Thursday, July 24, 2025

LEMBAGA ALIANSI INDONESIA BP2 TIPIKOR Mendesak Pihak Pertamina Agar Segera Hentikan Kegiatan 5 Excavator Di Kampung D.30 Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.

Bengkalis Riau, MNCONLINEMEDIA. COM

 Salah seorang perwakilan dari masyarakat di Kampung D.30, Paruntungan Sihombing menjelaskan, sebanyak sekitar 5 (lima) alat berat excavator, yang berkerja di wilayah Desa Bumbung, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, yang dikenal Kampung D.30, mendesak pihak Pertamina untuk segera menghentikan kegiatan tersebut.

“Kami mendesak pihak pertamina, khususnya Pertamina Hulu Rokan segera melakukan pengawasan dan menghentikan sekitar lima alat berat excavator yang kini beroperasi seenaknya di daerah yang banyak melintang pipa migas yang banyak merupakan zona sensitive operasional Migas dan gudang handak. Tak hanya itu, alat berat tersebut diduga beroperasi tanpa ada izin dari pihak Pertamina, Polsek, Pemerintah Desa setempat dan sangat meresahkan masyarakat,” jelasnya.    

Selain membahayakan, lanjut Paruntungan, juga telah merusak lahan dan pohon kelapa sawit sekitar  21 warga, seluas sekitar 76 hektare di Desa Bumbung, hingga saat ini alat berat tersebut masih saja terjadi dan terkesan tidak ada perhatian serius dari pemerintah terkait, aparat penegak hukum, khususnya pihak Pertamina Hulu Rokan yang area operasi nya juga ada di lokasi tersebut, harapnya.

Rawan Terjadi Konflik

Banyak lahan yang digarap warga yang sudah berpuluh tahun dan pohon kelapa sawitnya yang di rusak sejak bulan Oktober 2024 lalu, hingga saat ini.  Beberapa orang diduga pelaku diduga Kepala Suku di Desa Bumbung, dengan menggunakan alat berat excavator secara membabi buta, tanpa ada pemberitahuan dan ganti rugi yang jelas. Dan hingga saat ini pihak Pemerintah terkait dan Polisi belum juga mengambil tindakan atas kejadian tersebut.

Edison Matondang (34), yang sudah mengarap lahan sejak tahun 2016 lalu, dengan luasan sekitar 6 hektare harus menerima ancaman dari Reno Cs dan rekan-rekannya yang mengaku anggota Polda dan mengatakan lahannya sudah dibeli oleh Manurung. Reno Cs juga membawa masa sekitar 50 (lima puluh) orang, terang Edison sambil menahan air mata, 

“Sebelum terjadinya kesepakatan pembayaran ada kontak fisik antara saya dan orang Reno yang mengaku orang Polda Pekanbaru, sambil memegang dada saya dan yang mengaku orang Polda tersebut berkata: kenapa kamu halangi anggota saya untuk bekerja, lahan ini sudah saya beli ke Reno,” terang Edison Matondang, menirukan saat kejadian tersebut, Pada Hari Selasa (22/Jully/2025) lalu. 

Setelah perusakan, lanjut Edison, yang Renno Cs telah lakukan pada bulan Maret lalu, datanglah orang yang bernama Fahmi yang saya kenal sebagai orang kontaktor dari saudara Renno Cs (pensuplai/ penyedia excavator) dan ada kesepakatan akan diganti rugi sebesar Rp. 29.900.000,- dan saya sepakat menerima ganti rugi tersebut namun pada kenyataannya tidak sesuai dari kesepakatan awal.

“Pembayaran dilakukan 2 kali, pertama Rp.5 juta, pembayaran ke dua sebesar Rp.2 juta, dengan cara transfer melalui hp Fahmi dengan alasan tidak memiliki uang cash. Sebelum lunas, sawit saya sudah ditumbang habis oleh kelompok Renno Cs. Dari Maret sampai sekarang belum ada pembayaran kembali dan sampai saat ini tidak bisa ditemui. Ketika saya telepon Fahmi menanyakan sisa pembayaran beliau berkata: kalau abang tidak mau menerima uang yang Rp.7 juta itu, maka uang dan lahan akan kami ambil,” terang Edison sambil meniru perkataan Fahmi saat di telepon.   
 
Menangapi hal tersebut, Lembaga Aliansi Indonesia Ketua Badan Pemantau Dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (BP2 Tipikor) Lembaga Aliansi Indonesia, Agus Tinus Petrus Gultom SH menjelaskan, pihaknya sudah mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, agar tidak terjadi konflik. Dari puluhan korban yang meminta perlindungan dan bantuan hukum, hampir semua mengalami hal yang sama. Tanah yang digarapnya di rusak, termaksud pohon sawit yang mereka tanam, dengan luasan dan usia sawit yang berpariasi yang hasilnya hanya cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.   

“Kata Maria atau Mafia Riau, sudah tak asing lagi kita dengar. Wilayah Riau, termaksud di Kampung D.30 Bengkalis masih marak praktik percaloan dan mafia tanah. Modusnya berbeda-beda, antara lain mengaku-ngaku itu tanah adatnya, merusak lalu mengusir penggarap sawit, hingga membodohi calon pembeli mesti lahan yang dijual ada penggarapnya. Otak pelakunya tidak pernah jera dan terkesan kebal hukum, yang diduga berlindung sebagai putra daerah,” terang Agus Tinus Petrus Gultom sapaan akrabnya. 

“Kami menerima pengaduan puluhan warga yang menjadi korban pengerusakan di Kampung D.30. Ada yang dijanjikan dibayar per pohon Rp.500ribu, setelah semua pohon sawitnya di tumbang dan batangnya di kubur menutupi indikasi tindak kejahatannya, korban belum juga menerima ganti rugi. Para korban mengatakan, para pelaku dalam melakukan aksinya kerapkali membawa puluhan masa. Tak hanya itu, bila setiap penggarap yang lahan dan sawitnya tidak mau dikuasai, mereka bersedia memberikan Surat Adat Tanah Ulayat dengan harga puluhan juta persuratnya,” katanya.  
 
Kami dari Lembaga Aliansi Indonesia akan terus berjuang untuk Rakyat Masyarakat yang tertindas, lanjut Agus Gultom, tentunya dengan cara yang bermartabat agar para terduga pelaku tidak lagi semena-mena dan mencegah adanya korban lain, termaksud konflik antara warga dan para terduga pelaku yang kerap membawa masa pada setiap melakukan pengerusakan. Aparat terkait harus membongkar dugaan sindikat ini. Kami akan menyampaikan hal ini kepada Menteri BUMN, DPR RI, khususnya pihak Pertamina agar melakukan pengawasan dan menghentikan sekitar lima alat berat excavator yang kini masih beroperasi, termaksud keabsahan Surat Adat Tanah Ulayat.  
(Tim/red)